Cita-Cita Ayah

08/08/2014 22:46

Saat aku kelas dua sekolah dasar, aku usia delapan tahun. Pada suatu pagi hari libur, aku dan ayah menghampiri pondok keluarga. Butuh waktu lama ke situ, kedua lututku hampir koyak setelah melewati sebuah batang pohon―sebesar penampung air minum di kosku―tumbang menghalangi jalan setapak menuju pondok keluarga di kebun.

“Kau masih kuat?” kata ayah.

“Iya, ayah,” kataku sambil engos-engosan dan bokongku hampir jatuh karena lututku telah sangat bengkok.

Selama perjalanan menuju ke situ, aku ingin ayahku tahu bahwa, aku mimiliki mental kuat dan niat yang sangat besar untuk mencapai tujuan. Tapi, ternyata ayah mengenal aku lebih dari apa yang aku tahu tentang diriku sendiri.

“Aku akan mengangkatmu,” katanya sambil mencengkram kedua ketekku.

Bokongku yang telah putus asa bertengker pada posisinya, tiba-tiba terbang lalu hinggap di pundak ayah, kedua kakiku melingkari lehernya dari belakang.

“Oh. Aku tinggi sekali, ayah,” kataku sambil tertawa, “Keick keick keick…..,” hampir demikian suara tawaku terdengar.

“Hahahaha,” ayah tertawa senang membuat aku semakin tertawa, keick keick keick keick keick keick, “Itulah yang ayah harapkan,” katanya.

“Aku tinggi?”

“Kau punya cita-cita yang lebih tinggi dari ayah.”

Cerpen

Ketika Ayah Menyebelkan

08/08/2014 23:07
Saat-saat bersama merupakan hal yang kadangkala menjengkelkan. Seperti aku saat berada bersama...

Saat Kami Berkorban

08/08/2014 22:56
“Bangunlah, Nak. Matahari sudah meninggi,” kata ibu. Biasanya, setiap pagi Ibu berkata seperti itu...

Cita-Cita Ayah

08/08/2014 22:46
Saat aku kelas dua sekolah dasar, aku usia delapan tahun. Pada suatu pagi hari libur, aku dan ayah...

Masa Kecil

08/08/2014 22:36
“Ayah, walau kau tak punya banyak waktu denganku pada setiap hari, ceritakanlah segala tentang...
Items: 1 - 4 of 4