Lokasi Pertanian: Kearifan Lokal Bertani Suku Dayak Kenyah Bakung

07/06/2014 20:20
Lokasi Pertanian

 

Cara bertani suku Dayak Kenyah Bakung memiliki banyak perbedaan dengan cara bertani penduduk di pulau jawa. Oleh karenanya, masyarakat transmigrasi yang hidup berdampingan dengan mereka seringkali merasa lucu atau kesulitan ketika bekerja sama pada tahap tertentu berkaitan dengan bertani. Biasanya, tahap kerja sama tersebut terjadi pada masa majau[1]. Di jawa para petani membuat sawah, sedang masyarakat Dayak Kenyah Bakung membuat ladang di dataran kering. Hal itulah yang membuat hasil berladang mereka sering disebut padi gunung walau terdapat jenis padi tertentu yang mereka tanam.

 

Pilihan lokasi berladang berpindah-pindah. Hal tersebut dikarenakan masyarakat Dayak Kenyah Bakung memanfaatkan hasil bakaran pohon di atas lahan untuk menyuburkan tanaman. Penggunaan pupuk buatan maupun alami masih jarang karena keterbatasan pengetahuan―keterampilan masyarakat menggunakan pupuk, serta kesulitan akses mendapat pupuk.

 

Dulu, masyarakat Dayak Kenyak Bakung menentukan lokasi ladang tergantung pada jalur sungai yang berada sekitar pemukimannya. Daratan sekitar sungai itulah yang menjadi lahan ladang. Mereka menentukan lokasi lafang secara kolektif. Bila tahun lalu mereka berlokasi di daya[2], maka tahun ini berlokasi di abak[3]. Selanjutnya terus bergantian, atau kadang mereka naik ke daratan lebih jauh sejauh mereka mampu. Cara ini dilakukan karena alasan praksis yaitu alat transportasi masyarakat yang terbatas. Dulu, alat transportasi masyarakat hanya alut[4] dilengkapi dengan ketinting untuk mengangkut pekerja dan hasil panen dari ladang menuju rumah. Sedangkan kini, kebanyakan masyarakat memiliki kendaraan darat seperti, mobil dan motor, sehingga lokasi ladang pun perlahan berubah. Dewasa ini, lokasi ditentukan berdasarkan jalur darat yang dibuat bagi kendaraan perusahaan kelapa sawit, karet dan batu bara yang menggarap lahan di sekitar pemukiman masyarakat ini. Jalur tersebut membela daratan hutan adat dan hutan lindung masyarakat.

 

Perusahaan tersebut dirasa cukup membantu, namun juga sangat merugikan karena masyarakat kehilangan banyak lahan dan lingkungan hidupnya rusak oleh eksploitasi yang berlebihan. Sungai dan udara jadi tercemar.

 

Selanjutnya lebih khusus, penentuan atau pembagian lahan bagi tiap petani (kepala keluarga) dilakukan dengan melangsungkan pengundian lahan untuk mencegah terjadinya perebutan bagian lokasi yang sama. Musyawarah pengundian lahan ini biasanya dipimpin oleh ketua adat dan atau kepala desa. Hasil pengundian dalam musyawarah adalah keputusan mutlak sehingga setiap petani harus menerimanya.

 

 

Oleh: Robert Usat



[1] Majau: panen.

[2] Daya: hulu sungai.

[3] Abak: hilir sungai.

[4] Alut: perahu;sampan.

 

Kearifan Lokal Bertani Suku Dayak Kenyah Bakung