Tapung dan Saung Suku Dayak Kenyah Bakung
Masyarakat suku Dayak Kenyah Bakung memiliki budaya membuat beragam kebutuhan perlengkapan sehari-hari, diantaranya berupa tapung (topi). Tapung oleh suku Dayak Kenyak Bakung umumnya terbuat dari anyaman (rangkaian) mendong[1]. Tapung dibuat dalam dua bentuk, yaitu tapung untuk laki-laki dan tapung untuk perempuan. Selain tapung, terdapat juga saung yang berguna untuk melindungi kepala dari sinar terik matahari.
Tapung untuk laki-laki
-
Tapung untuk perempuan
-
Saung
Saung adalah sejenis topi lebar untuk melindungi kepala. Terbuat dari daun bengkuang[2] (dalam bahasa lokal disebut daun shang) yang dikeringkan kemudian dirangkai menjadi bentuk lingkaran nyaris kerucut. Lingkaran saung diperkokoh dengan rotan yang masih bulat (tidak dibelah). Gambar saung, lihat samping kiri layar.
Setelah bentuk saung tersebut mulai terbentuk, lalu diberi lapisan penutup dari kain warna-warni sebelum diperindah dengan hiasan manik-manik. Manik-manik biasanya dirangkai menjadi motif-motif sulur khas Dayak. Warna saung selalu mencolok, seperti perpaduan warna hijau, kuning, orange, hingga merah dan biru. Warna-warni saung makin semarak ketika dipadukan dengan kilau aneka warna manik-manik.
Saung dipakai sebagai penutup kepala ketika ke hutan, ladang, dan digunakan pada upacara adat. Kini, saung pun dihadirkan sebagai hiasan dinding karena keelokan motifnya.
Kembali ke Seni Budaya Suku Dayak Kenyah Bakung
Penulis: Robert Usat
[1] Mendong (cyperaceae): rumput membentuk rumpun tinggin, batangnya yang dikeringkan digunakan untuk bahan anyaman seperti tikar, topi, keranjang, dsb.
[2] Bengkuang: pohon, daunnya biasa dibuat lajang, tikar, tutup kepala, dsb.